Yasinan merupakan sebuah kebiasaan yang diadakan sebagian besar kaum muslimin yang berada indonesia pada malam Jum’at. Yasinan merupakan ritual membaca surah yasin serta tahlil yang dikirimkan/ditujukan kepada para leluhur atau kerabat yang telah terlebih dahulu meninggal dunia.
Yasinan juga merupakan sebuah wadah bagi
masyarakat dalam menjaga kerukunan dan persatuan. Terbukti bahwa didalam
yasinan, masyarakat berkumpul tidak memandang perbedaan suku, ras, atau warna
kulit. Hanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memohon dan mendoakan
keluarga yang sudah meninggal maupun yang masih hidup agar diberikan
keselamatan dunia hingga akhirat. Selain itu, Yasinan juga sebagai cara untuk
meng-esa-kan Tuhan.
Yasinan dalam kaitannya dengan pancasila
merupakan manifestasi serta implementasi nilai-nilai pancasila. Nilai sila
pertama “Ketuhanan yang maha Esa” diwujudkan dengan memohon dan berdo’a kepada
tuhan yang maha esa, Dialah Allah SWT. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum
dalam surat Al-Ikhlas “Qul Huwaallahu Ahad”.
Nilai sila kedua “Kemanusiaan yang adil
dan beradab” diwujudkan dengan sopan santun, beramah tamah dan saling
bersalam-salaman. Dilakukan tidak tebang pilih terhadap suku, ras, bahkan
terhadap status sosial, misal kaya dan miskin. Sehingga tanpa disadari
terwujudlah nilai-nilai kemanusiaan yaitu memanusiakan manusia secara adil dan
berahlak.
Nilai sila ketiga “Persatuan Indonesia”
diwujudkan dengan cara berkumpul, mempererat tali silaturrahim, dan kepemilikan
tujuan yang sama. Hal ini tentu akan mempertkuat persatuan yang ada. Selain
itu, tidak pernah ditemui dalam yasinan kegiatan yang mengindikasikan makar terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Penulis berfikir, jika seluruh element masyarakat, penegak hukum
bahkan pemerintahan mau mengadakan dan ikut serta dalam kegiatan yasinan maka
akan dapat memperkuat persatuan NKRI.
Nilai sila keempat “Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”,
diwujudkan dengan memilih satu pemimpin yang berfungsi sebagai imam yasin
dan tahlil serta do’a secara mufakat. Terkadang juga dipilih dua orang
pemimpin, yang satu memimpin bacaan yasin dan tahlil dan yang satu lagi
memimpin Do’a. Biasanya pemimpin yang dipilih merupakan tokoh agama dengan
keilmuan yang paling tinggi diantara peserta yang hadir, ahlak yang paling baik
serta yang memiliki kebijaksanaan paling baik. Selain itu, biasanya yang
memilih (mempersilahkan) pemimpin juga bukan semua orang, tetapi tokoh-tokoh
agama saja. Hal ini berkesesuaian dengan kaidah “bahwa segala hal harus
diserahkan kepada ahlinya”. Baik yang menjadi pemimpin dan memilih pemimpin
yasinan adalah orang-orang yang ahli dan paham terhadap ilmu agama.
Nilai sila kelima “Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”, diwujudkan denga memberi makanan atau “jajanan”
kepada seluruh orang yang hadir dalam yasinan dengan tidak mebeda-bedakan suku,
ras, bahkan strata sosial. Pemberian makanan diberikan secara merata sampai
semua orang yang hadir mendapatkan bagiannya masing-masing. Setelah semua
mendapatkan bagian, barulah dimakan secara bersama-sama. Hal ini dilakukan agar
tercapai keadilan sosial bagi seluruh jama’ah yasinan. Pemberian makanan dalam
yasinan, juga sebagai bentuk sedekah dari orang yang mendapatkan giliran
yasinan. Pemberian makanan dapat diartikan sebagai rasa syukur terhadap
kelimpahan rezeki yang telah diberikan Allah SWT. “Wallahu a’lam bisshawab”
0 komentar:
Posting Komentar