- Haramnya pernikahan antara wanita muslimah dengan lki laki non muslim
- Ijma bahwa shalat fardhu itu hukumnya fardhu ‘ain
- Boleh mengusap bag atas sepatu ( saat wudhu ) ketika dalam perjalanan
- Wajib memilih khalifah ( pemimpin ) dengan tenggang waktu 3 hari sebelum masa kepemimpinan sebelumnya habis
- Sepakat bahwa adil itu hanya dapat dinilai secara lahiriyah, tidak secara batiniyah
- Batu mulia tidak wajib di zakati
- Haram hukumnya memakai wig dan menyambung rambut
- Penerapan adzan ke 3 pada sholat jum’at
- Larangan bagi orang yang menyewa satu barang kemudian menyewakan barang tersebut kepda orang lain dengan kadar yang lebih tinggi
- Saudara saudara seibu sebapak terhalang untuk menerima warisan oleh bapak
- Perbandingan antara kerbau dan sapi adalah sama dalam perhitungan zakatnya.
- Keharaman atas gashab yang disepakati oleh para mujtahid
- Orang yang sakit menjelang aja dan mewakafkan sebagian hartanya
- Memotong kuku pada hari jum’at sunnah
- Zakat profesi
- Boleh mewarnai rambut selain warna hitam
- Nikah adalah suatu ikatan yang dianjurkan syari’at
- Mencabut bulu ketiak itu sunnah
- Penyembelihan binatang menyebut nama Allah, halal dimakan. Dan jika tidak menyebut nama Allah haram memakannya.
- Dilarang mencukur jenggot
- Pembagian hasil bumi Irak dan tanah tanah taklukan lainnya yang merupakan Ghanimah pada masa khalifah Umar bin Khattab
- Apabila ahli waris hanya anak dan kakek, kakek dapat menggantikan kedudukan ayah dalam penerimaan warisan
- Penguasa wakaf harus berakal, bisa dipercaya dan dapat menggunakan harta dengan benar
- Meminta dikuburan Nabi sebagai wasilah
- Penetapa sifat sifat Allah
- Larangan berkumpul dan membuat masakan dirumah orang yang meninggal karena termasuk meratapi kepergian almarhum
- Para mujahid sepakat bahwa nikah adalah suatu ikatan yang disyari’atkan
- Shalat tarawih secara berjama’ah
- Jumhur ulama sepakat bahwa adil itu hanya dapat dinilai secara lahiriyahsaja, tidak secara batiniyah
- Masyarakat yang berada di daerah Darul Harbi, harus berhijrah ke Darul Islam
- Pengertian Qiyas
Secara bahasa qiyas berarti ukuran, mengetahui ukuran sesuatu, membandingkan, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Misalnya, “saya mengukur baju dengan hasta,” sedangkan menurut istilah, qiyas adalah memberlakukan hukum asal kepada hukum furu disebabkan kesatuan illat yang tidak dapat dicapai melalui pendekatan bahasa saja. Menurut al-Amidi, qiyas adalah mempersamakan illat yang ada pada furu’ dengan illat yang ada pada asal yang diistinbatkan dari hukum asal, yang terakhir menurut Wahbah az- Zuhaili, qiyas yaitu menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya dalam nash dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya oleh nash, disebabkan kesatuan illat hukum antara keduanya.
Menurut istilah ahli Ushul Fiqh, qiyas adalah mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan suatu kasus yang ada hukumnya, dalam hukum yang ada nash-nya karena persamaan keduanya dalam illat hukumnya.44 Karena qiyas selalu bersendikan persamaan illat hukum, maka qiyas dapat dilakukan hanya jika illat hukum nash dapat diketahui dengan akal.
- Macam-Macam Qiyas
- Dilihat dari kekuatan illat yang terdapat pada furu’ dibandingkan dengan yang terdapat pada ashl, terdiri atas:
1) Qiyas Aula, yaitu qiyas yang hukumnya pada furu’ lebih kuat daripada hukum ashl, karena illat yang terdapat pada furu’ lebih kuat dari yang ada pada ashl. Seperti meng-qiyaskan perbuatan memukul, kepada kata-kata yang kurang mengenakkan terhadap Ibu-Bapak karena illatnya menyakiti. Keharaman memukul orang tua lebih kuat daripada sekedar mengatakan kata-kata yang kurang mengenakan, seperti kata ah.
2) Qiyas Musaway, yaitu illat yang terdapat pada yang diqiyaskan (furu’) sama dengan illat yang ada pada tempat mengqiyaskan (asal), karena itu hukum keduanya sama.Seperti mengqiyaskan membakar harta anak yatim dengan memakannya, karena illatnya sama-sama menghabiskan.
3) Qiyas al-Adna, yaitu illat yang ada pada furu’ lebih lemah dibandingkan dengan illat’ yang ada pada ashl. Misalnya mengqiyaskan apel pada gandum dalam hal berlakunya riba fadhl, karena keduanya mengandung illat yang sama, yaitu sama-sama jenis makanan.
- Dari segi kejelasan illat yang terdapat pada hukum, terbagi atas:
1) Qiyas al-Jaliy, yaitu qiyas yang illatnya ditetapkan oleh nash bersamaan dengan hukum ashl, atu nash tidak menetapkan illat- nya, tetapi dipastikan bahwa tidak ada pengaruh perbedaan antar ashl dengan furu’.
2) Qiyas al-Khafiy, qiyas yang illat-nya tidak disebutkan dalam nash.
Contohnya, meng-qiyaskan pembunuhan dengan benda berat kepada pembunuhan dengan benda tajam dalam memberlakukan hukuman qishas, karena illat-nya sama-sama pembunuhan sengaja dengan unsur permusuhan.
- Dilihat dari segi keserasian illat dengan hukum, terbagi atas:
1) Qiyas al-Mu’atstsir, qiyas yang menjadi penghubung antara ashl dengan furu’ ditetapkan melalui nash sharih atau ijma.’ Contohnya, meng-qiyaskan hak perwalian dalam menikahkan anak di bawah umur kepada hak perwalian atas hartanya, dengan illat belum dewasa. Illat belum dewasa ini ditetapkan melalui ijma’.
2) Qiyas al-Mula’im, yaitu qiyas yang illat hokum ashl-nya mempunyai hubungan yang serasi. Misalnya mengqiyaskan pembunuhan dengan benda berat kepada pembunuhan dengan benda tajam. Illat pada hukum ashl mempunyai hubungan yang serasi.
- Dilihat dari segi dijelaskan atau tidaknya illat pada qiyas tersebut, terbagi atas:
1) Qiyas Dalalah, yaitu illat yang ada pada qiyas menjadi dalil (alasan) bagi hukum, tetapi tidak diwajibkan baginya (furu’). Seperti mengqiyaskan wajib zakat pada harta anak-anak kepada harta orang dewasa yang telah sampai senishab, tetapi bagi anak- anak tidak wajib mengeluarkan zakatnya diqiyaskan pada haji yang tidak diwajibkan atas anak-anak.
2) Qiyas al-Illat, yaitu qiyas yang dijelaskan illat-nya dan Illat itu sendiri merupakan motivasi bagi hukum ashl. Contohnya, meng- qiyaskan minuman keras yang terbuat dari perasan selain anggur (nabidz) kepada khamar, karena kedua minuman tersebut sama- sam memiliki rangsangan yang kuat , baik pada ashl maupun pada furu’.
3) Qiyas al-Ma’na, yaitu qiyas yang di dalamnya tidak dijelaskan illat-nya tetapi antara ashl dengan furu’ tidak dapat dibedakan, sehingga furu’ seakan-akan ashl, Contohnya, meng-qiyaskan membakar harta anak yatim dengan memakannya.
- Dilihat dari segi metode dalam menemukan illat, terdiri atas :
1) Qiyas al-Ikhalah, yaitu qiyas yang illat-nya ditetapkan melalui munashabah dan
ikhalah.
2) Qiyas al-Sibru, yaitu qiyas yang illat-nya ditetapkan melalui metode al-sibru wa al-taqsim
3) Qiyas al-Thard, yaitu qiyas yang illat-nya ditetapkan melalui metode third
4) Qiyas Syabah, yaitu qiyas yang illat-nya menggunakan metode syabah, (mempunyai keserupaan). Menurut ulama Ushul Fiqh, terbagi atas dua bentuk :
- a) Melakukan qiyas kesamaan yang dominan dalam hukum dan sifat, yaitu mengkaitkan furu’ yang mempunyai bentuk kesamaan dengan dua hukum ashl. Tetapi kemiripannya dengan salah satu sifat lebih dominan dibandingkan dengan sifat lainnya. Contohnya, menyamakan hamba sahaya dengan harta, karena statusnya yang bisa dimiliki, atau menyamakan hamba sahaya dengan orang merdeka, disebabkan keduanya adalah manusia. Dalam persoalan ganti rugi akibat suatu tindakan hukum yang dilakukan seorang hamba sahaya, sifat kesamaannya dengan orang merdeka lebih dominan dibandingkan sebagai sesuatu yang dimiliki. Artinya, apabila kesamaannya dengan harta yang dimiliki lebih dominan, maka ganti rugi terhadap kelalaiannya tidak dapat dituntut. Oleh sebab itu, dalam kasus ganti rugi ini, hamba sahaya lebih mirip dan lebih dominan kesamaannya dengan orang merdeka, sehingga tindakan hukumnya harus dipertanggung-jawabkan.
- b) Qiyas shuri atau qiyas yang semu, yaitu meng-qiyaskan sesuatu kepada yang lain semata-mata karena kesamaan bentuknya. Contohnya, menyamakan kuda dengan keledai dalam kaitannya dengan masalah zakat, sehingga apabila keledai tidak wajib zakat, maka kuda pun tidak wajib zakat.
- Rukun dan Syarat Qiyas
- Asal, yaitu dasar, titik tolak di manasuatu masalah itu dapat disamakan (musabbah bih), syaratnya :
1) Hukum asal-nya tidak berubah-ubah atau belum dinasakhkan, artinya hukum yang tetap berlaku.
2) Asal serta hukumnya sudah ada ketentuannya menurut agama, artinya sudah ada menurut ketegasan al-Qur’an dan al-Hadits.
3) Hukum yang berlaku pada asal berlaku pula qiyas, artinya hukum asal itu dapat diperlakukan pada qiyas
- Furu’ (cabang) yaitu suatu masalah yang akan diqiyaskan disamakan dengan asal (musabbah), syaratnya :
1). Hukum furu’ tidak boleh lebih dahulu dari hukum asal, karena untuk menetapkan hokum berdasarkan kepada illatnya.
2). Hukum yang ada pada furu’ harus sama dengan hukum yang ada pada asal, tidak boleh hukum furu’ menyalahi hukum asal.
3.) Illat yang ada pada furu’ harus sama dengan illat yang ada pada asal
- Illat, yaitu suatu sebab yang menjadikan adanya hukum sesuatu dengan persamaan. Dengan sebab ini baru dapat diqiyaskan masalah kedua (furu’) kepada masalah yang pertama (asal), syaratnya :
1) Illat harus selalu ada.
2) Illat tidak bertentangan dengan ketentuan agama.
Hukum, yaitu ketentuan yang ditetapkan pada furu’ bila sudah ada ketetapan hukumnya pada asal (buahnya).
0 komentar:
Posting Komentar