TEORI MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Teori India (Gujarat)
Teori yang dicetuskan oleh G.W.J. Drewes yang lantas dikembangkan oleh
Snouck Hugronje, J. Pijnapel, W.F. Sutterheim, J.P. Moquette, hingga
Sucipto Wirjosuparto ini meyakini bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh
para pedagang dari Gujarat, India, pada abad ke-13 Masehi.
Kaum
saudagar Gujarat datang melalui Selat Malaka dan menjalin kontak dengan
orang-orang lokal di bagian barat Nusantara yang kemudian melahirkan
Kesultanan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Salah
satu bukti yang mendukung teori ini adalah ditemukannya makam Malik
As-Saleh dengan angka 1297. Nama asli Malik As-Saleh sebelum masuk Islam
adalah Marah Silu. Ia merupakan pendiri Kesultanan Samudera Pasai di
Aceh.
Dikutip dari buku Arkeologi Islam Nusantara (2009)
karya Uka Tjandrasasmita, corak batu nisan Sultan Malik As-Saleh
memiliki kemiripan dengan corak batu nisan di Gujarat. Selain itu,
hubungan dagang antara Nusantara dengan India telah lama terjalin
Ditemukan
pula batu nisan lain di pesisir utara Sumatera bertanggal 17 Dzulhijjah
831 H atau 27 September 1428 M. Makam ini memiliki batu nisan serupa
dari Cambay, Gujarat, dan menjadi nisan pula untuk makam Maulana Malik
Ibrahim, salah satu Walisongo, yang wafat tahun 1419.
Teori Arab (Mekah)
Teori selanjutnya tentang masuknya Islam di Indonesia diperkirakan
berasal dari Timur Tengah, tepatnya Arab. Teori Arab (Mekah) ini
didukung oleh J.C. van Leur, Anthony H. Johns, T.W. Arnold, hingga Abdul
Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka.
Menurut Buya Hamka, Islam sudah menyebar di Nusantara sejak abad 7 M. Hamka dalam bukunya berjudul Sejarah Umat Islam (1997) menjelaskan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa Islam masuk ke Nusantara dari orang-orang Arab.
Bukti
yang diajukan Hamka adalah naskah kuno dari Cina yang menyebutkan bahwa
sekelompok bangsa Arab telah bermukim di kawasan Pantai Barat Sumatera
pada 625 M. Di kawasan yang pernah dikuasai Kerajaan Sriwijaya itu juga
ditemukan nisan kuno bertuliskan nama Syekh Rukunuddin, wafat tahun 672
M.
Teori dan bukti yang dipaparkan Hamka tersebut didukung oleh
T.W. Arnold yang menyatakan bahwa kaum saudagar dari Arab cukup dominan
dalam aktivitas perdagangan ke wilayah Nusantara.
Sebagian dari
pedagang Arab tersebut kemudian menikah dengan warga lokal dan membentuk
komunitas muslim. Mereka bersama-sama kemudian melakukan kegiatan
dakwah Islam di berbagai wilayah di Nusantara.
Teori Persia (Iran)
Teori bahwa ajaran Islam masuk ke Nusantara dari bangsa Persia (atau
wilayah yang kemudian menjadi negara Iran) pada abad ke-13 Masehi
didukung oleh Umar Amir Husen dan Husein Djajadiningrat.
Abdurrahman Misno dalam Reception Through Selection-Modification: Antropologi Hukum Islam di Indonesia (2016) menuliskan, Djajadiningrat berpendapat bahwa tradisi dan kebudayaan Islam di Indonesia memiliki persamaan dengan Persia.
Salah satu contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat pada batu-batu nisan bercorak Islam di Nusantara. Ada pula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Sumatera Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap tanggal 10 Muharam.
Akan
tetapi, ajaran Islam yang masuk dari Persia kemungkinan adalah Syiah.
Kesamaan tradisi tersebut serupa dengan ritual Syiah di Persia yang saat
ini merujuk pada negara Iran. Teori ini cukup lemah karena mayoritas
pemeluk Islam di Indonesia adalah bermazhab Sunni.
Teori Cina
Jean A. Berlie (2004) dalam buku Islam in China menyebut relasi pertama antara orang-orang Islam dari Arab dengan bangsa Cina terjadi pada 713 M. Diyakini bahwa Islam memasuki Nusantara bersamaan migrasi orang-orang Cina ke Asia Tenggara. Mereka dan memasuki wilayah Sumatera bagian selatan Palembang pada 879 atau abad ke-9 M.
Bukti lain adalah banyak pendakwah Islam keturunan Cina yang punya pengaruh besar di Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, seiring dengan keruntuhan Kemaharajaan Majapahit pada perjalanan abad ke-13 M. Sebagian dari mereka disebut Wali Songo.
Dalam buku Sejarah yang ditulis oleh Nana Supriatna diungkapkan, Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri seorang perempuan asal Cina yang telah masuk Islam. Raden Patah yang memiliki nama Cina, Jin Bun, memimpin Demak bersama Wali Songo sejak 1500 M.
0 komentar:
Posting Komentar